Contoh Narasi Dari Pengalaman Diri Sendiri

by - Mei 12, 2012

Pagi semua, baik kah kabar kalian ?? Pagi ini saya akan membagikan sebuah narasi yang didasarkan pada pengalaman sendiri, ini adalah contoh narasi yang saya buat dari pengalaman. Berikut Narasinya :

Perpisahan yang Menyenangkan

            Pengalaman ini sungguh menyenangkan. Tidak hanya menyenangkan saja, sekaligus menyedihkan. Saat itu sudah dibilang saya bukan murid SMP. Karena sudah diambang batas lulus,
akan tetapi belum pelepasan siswa. Sekolah saya mengadakan acara perpisahan para siswa dengan guru dengan cara berwisata ke Jogja. Awalnya saya sangat tidak ingin mengikuti acara itu, tetapi setelah bermusyawarah dengan teman – teman, saya memutuskan untuk ikut.

            Pada hari keberangkatan, sorak – sorak para teman saya membuat saya bersemangat. Dimulai dari keberangkatan yang seperti akan berangkat jauh sekali. Meninggalkan orang tua yang melambaikan tangannya dari tempat drop siswa. Saya melewati perjalan di dalam bus dengan bercanda dengan teman – teman saya, yaitu Ono, Fren, dan Bell. Semua senang gembira, bernyanyi bersama.

            “Ayo semua !!! Kita menyanyi”  teriak Bell dengan semangat sambil memegang gitar yang sengaja dia bawa.

            “Ayo menyanyi !!!!” sorak anak – anak di dalam bus.

            Malam pun tiba, semua tidur di dalam bus yang tetap melaju.

            “BANGUN !!!” teriak seorang guruku yang bernama pak Asep.

            Kami terbangun, dan ternyata sudah pagi dan sudah sampai di tempat tujuan. Kami pun turun dengan riang karena tahu sudah sampai di tujuan.

            “Akhirnya sampai !!!” kata Fren sambil melakukan peregangan.

            Setelah saya dan teman – teman tuno sebentar, perjalanan pun di lanjutkan. Bus dengan tujuan mengelilingi kota Jogja melaju dengan cepat. Setelah mengelilingi kota Jogja, bus pun pindah haluan menuju penginapan untuk beristirahat karena malam pun hampir tiba. Malam itu saya lewatkan dengan tidur pulas karena sangat capek diperjalanan. Paginya, Guru saya pun mengintruksi bahwa kami harus mengikuti semua prosedur yang di berikan oleh sekolah. Dan tujuan pertama adalah ketep pass. Ketep pass adalah dataran tinggi yang sangat tinggi. Hanya sebentar saya disana.

            “Xav ! ayo kita kesana !” seru Bell.

            “Ayo ! Fren, Ono ayo ikut !” kataku dengan semangat adanya.

            “Ayo !” kata Fren dan Ono bebarengan.

            “Mau kemana kalian ? Kita akan melanjutkan perjalan !” teriak pak Asep dari kejauhan.

            Saya merasa kesal karena keinginan berpetualang saya dilarang karena akan melanjutkan perjalanan. Setelah itu saya dan teman – teman melanjutkan perjalanan sesuai dengan jadwal yang telah di buat sekolah, yaitu Pantai Pangandaran. Disinilah bencana yang menimpa Ono temanku dan saya mendapatkan pelajaran yang berharga.

            “PANTAI !!!!” sorak anak – anak.

            “Tidak secepat itu anak – anak. Sudah sore, kalian istirahat dulu disini. Tunggu pagi baru kalian boleh pergi.” Kata pak Asep dengan tegas.

            Mau tak mau semua siswa mengikutinya. Tapi, saya pun tidak hilang akal. Saya merencanakan untuk kabur. Ketika di perjalanan, Ono tertimpa musibah. Dia jatuh ke lubang sehingga kakinya robek dan harus dijahit. Akhirnya, hal itu diketahui oleh pak Asep. Saya pun di ceramahi panjang lebar karena tidak mengindahkan peraturan. Ono yang kena imbasnya. Malam itu saya lewati dengan rasa khawatir bersama teman – teman. Tetapi, Ono baik – baik saja setelah di obati oleh para guru. Akhirnya saya dan teman – teman menjemputnya di ruang guru dan memapahnya ke kamar kami.

            “Maaf no, gara – gara saya, kamu jadi begini” kata saya dengan menyesal.

            “Iya, saya juga minta maaf no” kata Fren.

            “No prob bro !” kata Ono keren dengan tersenyum.

            Bell memang sengaja tak mau ikut karena dia bilang ingin tidur duluan. Akhirnya, terbitnya matahari pagi, membuat saya terbangun. Dan menyadari bahwa ada pantai yang menunggu. Kali ini saya tidak pergi bersama dengan Ono, Fren, dan Bell. Melainkan dengan Farah, dia adalah teman perempuan yang berbeda kelas dari saya. Saya dan Farah melewati hari itu di pantai dengan bercanda dan bermain – main layaknya anak kecil. Setelah capek, kami pun kembali ke penginapan. Itu adalah hari terakhir di Jogja, karena ada perubahan jadwal yang mengharuskan saya dan semua murid harus pulang. Perpisahan pun terjadi ketika bus telah sampai disekolah. Saya mengikat janji dengan teman – teman bahwa setelah ini kita akan bertemu kembali sebagai anak SMA yang sudah semakin dewasa. Pengalaman ini tak akan terlupakan.

You May Also Like

0 comments