Contoh Narasi Dari Pengalaman Diri Sendiri
Pagi semua, baik kah kabar kalian ?? Pagi ini saya akan membagikan sebuah narasi yang didasarkan pada pengalaman sendiri, ini adalah contoh narasi yang saya buat dari pengalaman. Berikut Narasinya :
Perpisahan
yang Menyenangkan
Pengalaman
ini sungguh menyenangkan. Tidak hanya menyenangkan saja, sekaligus menyedihkan.
Saat itu sudah dibilang saya bukan murid SMP. Karena sudah diambang batas
lulus,
akan tetapi belum pelepasan siswa. Sekolah saya mengadakan acara
perpisahan para siswa dengan guru dengan cara berwisata ke Jogja. Awalnya saya
sangat tidak ingin mengikuti acara itu, tetapi setelah bermusyawarah dengan
teman – teman, saya memutuskan untuk ikut.
Pada hari
keberangkatan, sorak – sorak para teman saya membuat saya bersemangat. Dimulai
dari keberangkatan yang seperti akan berangkat jauh sekali. Meninggalkan orang
tua yang melambaikan tangannya dari tempat drop siswa. Saya melewati perjalan
di dalam bus dengan bercanda dengan teman – teman saya, yaitu Ono, Fren, dan Bell.
Semua senang gembira, bernyanyi bersama.
“Ayo semua
!!! Kita menyanyi” teriak Bell dengan
semangat sambil memegang gitar yang sengaja dia bawa.
“Ayo
menyanyi !!!!” sorak anak – anak di dalam bus.
Malam pun
tiba, semua tidur di dalam bus yang tetap melaju.
“BANGUN !!!”
teriak seorang guruku yang bernama pak Asep.
Kami
terbangun, dan ternyata sudah pagi dan sudah sampai di tempat tujuan. Kami pun
turun dengan riang karena tahu sudah sampai di tujuan.
“Akhirnya
sampai !!!” kata Fren sambil melakukan peregangan.
Setelah saya
dan teman – teman tuno sebentar, perjalanan pun di lanjutkan. Bus dengan tujuan
mengelilingi kota Jogja melaju dengan cepat. Setelah mengelilingi kota Jogja,
bus pun pindah haluan menuju penginapan untuk beristirahat karena malam pun
hampir tiba. Malam itu saya lewatkan dengan tidur pulas karena sangat capek diperjalanan.
Paginya, Guru saya pun mengintruksi bahwa kami harus mengikuti semua prosedur
yang di berikan oleh sekolah. Dan tujuan pertama adalah ketep pass. Ketep pass
adalah dataran tinggi yang sangat tinggi. Hanya sebentar saya disana.
“Xav ! ayo
kita kesana !” seru Bell.
“Ayo ! Fren,
Ono ayo ikut !” kataku dengan semangat adanya.
“Ayo !” kata
Fren dan Ono bebarengan.
“Mau kemana
kalian ? Kita akan melanjutkan perjalan !” teriak pak Asep dari kejauhan.
Saya merasa
kesal karena keinginan berpetualang saya dilarang karena akan melanjutkan
perjalanan. Setelah itu saya dan teman – teman melanjutkan perjalanan sesuai
dengan jadwal yang telah di buat sekolah, yaitu Pantai Pangandaran. Disinilah
bencana yang menimpa Ono temanku dan saya mendapatkan pelajaran yang berharga.
“PANTAI
!!!!” sorak anak – anak.
“Tidak
secepat itu anak – anak. Sudah sore, kalian istirahat dulu disini. Tunggu pagi
baru kalian boleh pergi.” Kata pak Asep dengan tegas.
Mau tak mau
semua siswa mengikutinya. Tapi, saya pun tidak hilang akal. Saya merencanakan
untuk kabur. Ketika di perjalanan, Ono tertimpa musibah. Dia jatuh ke lubang
sehingga kakinya robek dan harus dijahit. Akhirnya, hal itu diketahui oleh pak
Asep. Saya pun di ceramahi panjang lebar karena tidak mengindahkan peraturan. Ono
yang kena imbasnya. Malam itu saya lewati dengan rasa khawatir bersama teman –
teman. Tetapi, Ono baik – baik saja setelah di obati oleh para guru. Akhirnya
saya dan teman – teman menjemputnya di ruang guru dan memapahnya ke kamar kami.
“Maaf no,
gara – gara saya, kamu jadi begini” kata saya dengan menyesal.
“Iya, saya
juga minta maaf no” kata Fren.
“No prob bro
!” kata Ono keren dengan tersenyum.
Bell memang
sengaja tak mau ikut karena dia bilang ingin tidur duluan. Akhirnya, terbitnya
matahari pagi, membuat saya terbangun. Dan menyadari bahwa ada pantai yang
menunggu. Kali ini saya tidak pergi bersama dengan Ono, Fren, dan Bell.
Melainkan dengan Farah, dia adalah teman perempuan yang berbeda kelas dari
saya. Saya dan Farah melewati hari itu di pantai dengan bercanda dan bermain –
main layaknya anak kecil. Setelah capek, kami pun kembali ke penginapan. Itu
adalah hari terakhir di Jogja, karena ada perubahan jadwal yang mengharuskan
saya dan semua murid harus pulang. Perpisahan pun terjadi ketika bus telah
sampai disekolah. Saya mengikat janji dengan teman – teman bahwa setelah ini
kita akan bertemu kembali sebagai anak SMA yang sudah semakin dewasa.
Pengalaman ini tak akan terlupakan.
0 comments